MEMETIK PUCUK DAUN TEH
(mapag romadon)
"... dua katilu
nyungcung.. ", begitu ucap Ema
dulu beberapa kebun punya Abah (bapaknya Ema) ditanami cukup
banyak pohon teh, selain untuk dijual juga untuk konsumsi keluarga.
kata Ema, dulu kebutuhan sehari-hari lebih banyak ditopang
dari kebun teh dan ternak domba, makin ke sini berkebun palawija dan ternak
sapi.
sampai saat ini, ketika pohon-pohon teh di kebun yang lain
lebih banyak dibongkar digantikan tanaman palawija, Ema tetap Setia mengurus
beberapa pohon tehnya di kebun yang dulu sempat dibeli hasil menjual satu domba
kesayangannya. Luasnya sekira 3patok/ 75tumbak.
kebun yang benar-benar Ema rawat, nyaris setiap hari
menemuinya, bercengkrama, beberapa benih pohon yang dibawa cucunya, lebih
banyak ditanam di sini, seperti alpukat, bambu hitam, hawur kuning. Ema memang
begitu menyayangi tanaman, ketika benihbenih tumbuh adalah seperti suatu
kebahagiaan yang agung bagi Ema, kami seringkali menyaksikan itu ketika Ema
mendongeng di dapur sambil membakar suluh yang dibawa dari kebun itu.
Hari ini, selain mencari kayu bakar, Ema juga memetik pucuk
teh hijau yang mulai banyak, sambil bercerita dengan begitu bangganya, sambil
mengajarkan kepada cucunya bahwa apapun yang kita jaga, aka kembali kepada kita
dengan sebaik-baiknya.
menjaga-merawat-mencintai dengan sepenuh hati. mencintai
kebun, mencintai pohonan, mencintai tanah, mencintai pagi, mencintai hidup dan
kehidupan.
Teh hijau yang dipetik Ema, selain untuk kebutuhan keluarga,
sebagian dijual oleh cucunya yang juga memproduksi Kopisangray
pun dari kebun Ema. Kebun yang sungguh dicintainya.
Turaes makin nyaring bernyanyi, kata Ema, "eta th
nangtang halodo, mun nggeus aya sora turaes th, istirahat heula we ayeuna mah,
alhamdulillah jadi kabawa kabeh suluh th.. "
kami kembali berteduh, menikmati kudapan yang dibekal dari
rumah, mengucap syukur dengan cara lain, dengan bahasa lain.
Cikajang, 23042020 mapag romadon
#menuliskanperjalanan #kopisangray #tehsangray #dapurincu #dapoerincu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar