Minggu, 04 Oktober 2020

EPISODE TEH SANGRAY #3

 NGALAYUAN TEH (PROSES PELAYUAN DAUN TEH)

 


teringat empat entah lima tahun yang lalu, di mana Ema begitu sabar dan telaten mengajari saya proses mengolah kopi setelah dipanen, pun waktu itu bulan ramadan.

 

sekarang, di masa-masa karantina, orang ramai dalam kebisuan. Ema kembali mengajarkan makna dalam berproses, setelah kemarin mengajarkan cara memetik, lalu menyortir, kali ini Ema mengajarkan cara "ngalayuan" pucuk daun teh yang kemarin dipetik.

 

dengan khusyuk Ema memerhatikan saya memasukan daundaun teh ke atas wajan kemudian mengatur api agar tak padam dan tak terlalu besar api menyala.

 

".. baheula mah Mamah (ibunya Ema) nu sok nyangray entèh th, Ema baheula mah sakur nempokeun, sakali-kali osok ngabantuan, teu jauh siga maneh ayeuna.. ", ucap Ema menceritakan masa lalunya

 

anak Ema semuanya ada tiga, perempuan, namun tak ada yang meneruskan kebiasaan Ema mengolah teh atau kopi sendiri.

sebagai cucu, saya berkeinginan untuk menyerap segala ilmu dan kebiasaan baik zaman dahulu.

 

".. Nggeus hese nu daek ayeuna mah, da sagala rupa tinggal meuli, kari am kari ninyuh..", sahut Ema ketika saya tanya kenapa sekarang jarang ada yang mengolah teh atau kopi sendiri

 



Ketika aroma teh tercium wangi meruang dapur, sepasang mata Ema nampak berbinar, seperti memancarkan kebahagiaan dan ingatan lama

 

"Seungitnya.., bakal ngeunah ieu mah, sugan. Sakitu hamurna gening mun aya maneh mah cai th", ucap Ema begitu bersemangat

 

terasa ada kehangatan yang meresap, ada kebahagiaan yang terpancar, dan ada ingatan lama yang Ema bagi terhadap cucunya. Ingatan tentang kehangatan dan kesederhanaan masa lalu yang abadi dalam sorot mata penuh perjuangan.

 

Cikajang, 28042020

#episodekampunghalaman

#dapurincu #tehsangray

#emakdankehidupan

EPISODE TEH SANGRAY #2

 MEMILIH PUCUK TEH HIJAU

 




"..meting.. ", begitu ucap Ibu, artinya memilah pucuk teh hijau yang baik dan yang tak terlalu baik untuk diolah..

 

dahulu, ketika masih gadis dan masih dikejar-kejar banyak lelaki kampung, Ibu pernah menjadi pemetik teh hijau di kebunkebun teh yang terhampar luas di kampung, cukup lama, kalau mendengar cerita-cerita dari Ibu, saya seringkali tak bisa menahan air mata menetes, ya begitulah perjuangan masa dahulu.

 

pun Ema, selain memang memiliki kebun teh kepunyaan Abah (bapaknya Ema), Ema juga seorang pemetik teh.

Sampai sekarang masih ada beberapa orang yang masih bekerja sebagai pemetik teh, pucuk daun teh hijau, dulu memang daerah Cikajang cukup ramai dalam pengolahan teh, sebut saja Pabrik teh di Giriawas, PTPN, sebagian hasilnya diolah menjadi teh celup Walini, Sari Wangi, pun ada yang diolah untuk dijual di warung-warung kecil atau pasar tradisional.

 

Setelah dipetik, daundaun teh dipilah untuk produksi selanjutnya. Dipilah pucuk pilihan, sebab daun yang keras ketika disangray mudah gosong dan merusak citarasa dari teh itu sendiri.

 

dan ternyata, memilah teh, tak semudah yang dibayangkan, mesti telaten, memilih daun yang muda dan penuh gairah, "dua katilu nyungcung" .

 

di kampung sudah sangat jarang yang mengolah teh sendiri, selain memang pohonpohon teh yang sudah banyak dibongkar, juga sebab mungkin lebih praktis beli, dan seduh.

 

"..nggeus jarang ayeuna mah nu daek ngolah, d babari atuh, tinggal ngincid ka warung, meuli kari ninyuh", ucap Ema

 

Ngabuburit, 25042020 #tehsangray #episodekampunghalaman

Jumat, 02 Oktober 2020

EPISODE TEH SANGRAY #1

 MEMETIK PUCUK DAUN TEH

(mapag romadon)

 



"... dua katilu nyungcung.. ", begitu ucap Ema

 

dulu beberapa kebun punya Abah (bapaknya Ema) ditanami cukup banyak pohon teh, selain untuk dijual juga untuk konsumsi keluarga.

kata Ema, dulu kebutuhan sehari-hari lebih banyak ditopang dari kebun teh dan ternak domba, makin ke sini berkebun palawija dan ternak sapi.

 

sampai saat ini, ketika pohon-pohon teh di kebun yang lain lebih banyak dibongkar digantikan tanaman palawija, Ema tetap Setia mengurus beberapa pohon tehnya di kebun yang dulu sempat dibeli hasil menjual satu domba kesayangannya. Luasnya sekira 3patok/ 75tumbak.

 

kebun yang benar-benar Ema rawat, nyaris setiap hari menemuinya, bercengkrama, beberapa benih pohon yang dibawa cucunya, lebih banyak ditanam di sini, seperti alpukat, bambu hitam, hawur kuning. Ema memang begitu menyayangi tanaman, ketika benihbenih tumbuh adalah seperti suatu kebahagiaan yang agung bagi Ema, kami seringkali menyaksikan itu ketika Ema mendongeng di dapur sambil membakar suluh yang dibawa dari kebun itu.

 

Hari ini, selain mencari kayu bakar, Ema juga memetik pucuk teh hijau yang mulai banyak, sambil bercerita dengan begitu bangganya, sambil mengajarkan kepada cucunya bahwa apapun yang kita jaga, aka kembali kepada kita dengan sebaik-baiknya.

 

menjaga-merawat-mencintai dengan sepenuh hati. mencintai kebun, mencintai pohonan, mencintai tanah, mencintai pagi, mencintai hidup dan kehidupan.

 

Teh hijau yang dipetik Ema, selain untuk kebutuhan keluarga, sebagian dijual oleh cucunya yang juga memproduksi Kopisangray

pun dari kebun Ema. Kebun yang sungguh dicintainya.

 

Turaes makin nyaring bernyanyi, kata Ema, "eta th nangtang halodo, mun nggeus aya sora turaes th, istirahat heula we ayeuna mah, alhamdulillah jadi kabawa kabeh suluh th.. "

 

kami kembali berteduh, menikmati kudapan yang dibekal dari rumah, mengucap syukur dengan cara lain, dengan bahasa lain.

 

Cikajang, 23042020 mapag romadon

#menuliskanperjalanan #kopisangray #tehsangray #dapurincu #dapoerincu

JAMBU

JAMBU buah-buahan yang seringkali tumbuh tanpa ditanam, alias jadi sendiri. Kaya akan vitamin dan sebagainya, segar dimakan ketika siang ter...

teh sangray

teh sangray

kopi sangray

kopi sangray